Kamis, 03 Januari 2013

CERPEN




Permata Hati Yang Telah Pergi
                                                                    Oleh : Haris Al Farizi
        “Enggak kerja mas ?” Tanya Salimah dengan gayanya yang lincah dan centil seperti murai menari - nari di atas pagar.. “Lagi males” jawabnya. “Daganganmu masih?” tegas Salimah kembali bertanya “Habis mas tadi mas nggak pesan sih,,,,” “Jadi Pin pin enggak sisain....” Aku menangkapnya dengan rasa gundah yang mendalam, Aku khawatir ia salah pengertian dengan sikapku kepadanya,... “Oooo.... cuma bercanda Kok Mah...” Gadis kecil ini memang akrab dengan ku, Ia manja dan sering berada di sampingku, Ibunya meninggal saat melahirkannya,dan bapaknya tak punya waktu untuk sekedar menunjukan kasih sayangnya,dia pergi merantau dan tak pernah kembali,hanya neneknya saja yang mau mengurus dan mendidiknya,... Setelah lulus SMP aku tidak melanjutkan sekolah karna tidak ada biaya, makanya sudah hampir setahun ini aku kerja membantu bapak mengurusi kebun karet milik orang. Salimah adalah gadis kecil mungil tetangga rumahku. Rumahnya tidak terlalu jauh hanya beberapa meter saja, semenjak aku tidak melanjutkan sekolah waktu kosong memberiku banyak kesempatan untuk memanjakanya. Pagi buta aku jemput pin pin di gubuk neneknya, ku ajak dia jalan jalan dan bermain, oh bahagianya hatiku memiliki adik lucu dan centil, dulu aku pernah sangat ingin mempunyai adik namun bapak bilang tidak usah,dengan alasan bapak terlalu miskin untuk menanggung biaya hidup keluarganya. Dan seperti ku rasakan, Salimah hadir dengan cerah matanya yang membinar,mengisi kekosongan hatiku,dia gadis kecil yang lincah seperti murai yang tak henti hentinya menari ,ia menyukai sepak bola dan sering bermain dengan ku di lapangan, Pada usianya yang ke 8 ia mulai berjualan empek empek dan saat itu usiaku baru 12 tahun, sebuah tampah besar tertumpu di atas kepalanya,tak serasi dengan badannya yang kecil mungil, bercelana sepanjang lutut,namun dengan kepercayaan dirinya empek,,.. empeek.... suara nyaringnya membelah di antara kicauan burung - burung di sepanjang jalan kampung,.. Aku selalu hendak menolaknya jika dia sisakan sepotong dua potong empek empek untuk ku yang dia buat bersama neneknya, karna ku pikir untungnya tak seberapa. “ Bapak tidak pulang pin?” tanyaku padanya . Kata nenek dia punya istri lagi di perantauan, jawab pin pin. Aku tercengang termenung sendiri, sekejam itu kah?. Pin pin malah menenangkanku,terbalik memang ,dan itulah kenyataan yang ku gambarkan tentang siapa Salimah. Tapi hatiku menjerit dan merasa kasihan,melihat bagaimana seorang Salimah hidup sendiri yang hanya di temani neneknya yang sudah tua tapi di sisi lain aku bangga dan kagum kepadanya dia begitu tegar dan kuat menjalani hidupnya, dan dengan tangannya yang mungil dia sudah begitu lihai mengolah adonan empek empek. Enak juga saat aku merasakannya seraya menyelipkan selembar seribuan di balik nampannya, yang membuat mata jernihnya terbelalak. “Enggak usah bayar!!” pinta Salimah “ Mas tadi beli nggak minta...”Jelasku “Enggakkk.....” Pin pin memberontak menolak uang pembayaran dari mas haris. “Mah.....” “Nggak... pokoknya nggak usah bayar ....mas nggak beli...” Suara Salimah serak,air matanya mengalir dari pelupuk matanya . “Pokoknya mas nggak boleh bayar,mas adalah satu satunya orang yang aku sayang “ Badanku merinding mataku berkaca kaca. “Mas juga sayang ...mas janji akan selalu berada di sisi Salimah.” Sambil aku peluk erat badan mungilnya.... Hampir setahun aku putus sekolah dan tahun ini aku mendapat tawaran untuk sekolah madrasah aliyah di jawa ,ada seseorang yang baik hati mau menanggung biaya sekolah ku,dan kupikir tidak ada alasan untuk tidak menerima tawaran itu kecuali Salimah. Dia hanya terdiam di sepanjang siang setelah mendengar kabar itu,matanya sembab, air matanya tidak bisa di bendung lagi, ketika dia mengantarkanku di terminal, tangannya terus menggandeng tanganku erat seolah dia tidak mau melepaskan ku pergi, Dan setelah beberapa menit menunggu akhirnya bis yang aku tunggu tunggu sudah datang. Aku mencoba berdiri namun Salimah semakin erat menggandeng tanganku,dan menatap ku melas mukanya sudah terliahat basah dan sayu... “Imah ...” panggil ku “Mas harus berangkat...” jelasku “Bisnya sudah datang... “suaraku pun jadi serak “Mas jangan pergi..” cegah Salimah, Air mata pun menetes dari kelopak matanya yang sayu. “Mas harus pergi untuk menuntut ilmu agar nanti bisa menjadi orang sukses...” Jelas Haris pada Salimah. Akhirnya dengan berat hati Salimah pun melepaskan kepergianku. Aku tahu betapa sayangnya anak itu padaku. Karna selama ini aku sudah seperti kakak kandungnya sendiri. Aku pun memeluk Salimah sebagai salam perpisahan seraya berbisik ‘’Imah harus kuat ya? harus belajar yang rajin biar nanti bisa nyusul mas di pulau jawa,mas tunggu Imah di sana.” Salimah tidak ingin memberatkan langkahku untuk pergi ke pulau Jawa . Senyum merekah terbesit di dalam bibirnya yang manis. Walaupun masih ada kesedihan di raut wajahnya. Aku benar terpana dengan semangat baja adikku ini ia begitu banyak menyimpan kenangan terindah di catatan kehidupanku. *** Setahun setelah kepergianku, aku mendengar kabar bahwa neneknya Salimah meninggal . Aku terperengah kaku, dada serasa sesak , badanku gemeter lemas, pikiranku hanya terpaku kepada nasib Salimah membayangkan bagaimana anak seumuran Salimah harus kehilangan orang yang dia cintai, ibu, bapak, aku, dan kini neneknya harus pergi meninggalkan selamananya. Ku tahan air mata ini agar tidak menetes . Aku hanya bisa berpasrah dan menghening bermunajat pada yang Kuasa. ya Allah Ya Rahim… Ampunilah dosa hamba dan dosa orang-orang terdekat hamba Jangan biarkan si bungsu dalam sebuah penderitaan Berikanlah ketabahan dan kekuatan pada dirinya Agar tegar menjalani kehidupan ini. Bimbinglah dirinya selalu dalam jalanMu. Mudahkanlah setiap langkah dan urusan yang dia hadapi. Ya Allah yang Rahman… Kuatkanlah dirinya dalam menjalani bahtera kehidupan ini. Semoga rezeki selalu kau limpahkan untuknya. Nuansa hening menyelimuti malam ini dalam bermunajatku. Aku hempaskan nafas yang kini tersendat dalam kerongkongan. Air mata jatuh menetesi sajad biruku. *** Sudah hampir 3 tahun aku sekolah di jawa dan ilmu keislamanku alhamdulillah sudah lumayan baik dan sedikit mengerti mana yang ma’ruf dan mana mungkar. Bahkan aku sempat menjabat sebagai ketua rohis disekolahku . Setelah lulus dari Madrasah Aliyah Negeri 1 Surakarta. Aku pun kembali ke kampung halamanku yang meninggalkan begitu banyak kenangan- kenangan indah semasa kecilku dulu. Masih teringat dalam memoryku ketika masa kecil dulu hal yang paling aku sukai bergelut dengan lumpur,menukik bola, dan bermain layang layang tanah lapang yang dekat dengan persawahan. Namun ketika aku kembali ke bumi pertiwiku tanah lapang itu sudah berubah menjadi bangunan perkantoran yang megah. Sawah-sawah yang hijau kini menjadi bangunan-bangunan perumahan mewah . Dalam benakku bertanya gadis kecil imut itu sekarang bagaimana keadaannya. Perjalanan Jauh aku tempuh dari Jawa ke Sumatera. Lelah tubuh ini segera kurebahkan di atas kasur ku . Tiba-tiba mataku tertuju pada sosok yang mulai meninggalkan mungilnya di samping rumah, matanya terbinar cerah saat melihat kedatanganku, terbayang olehku semangat yang menyala - nyala dan tampak sebakul cucian yang siap di jemur . Aku tanpa hirau kondisiku yang capek bergegas menghampiri gadis mungil itu ingin rasa indu yang sudah tak tertahankan. Hempasan angin membelai wajahku yang masih letih. Terbesit Tanya dalam diriku . Salimah itu bukan mahromku. Dan juga bukan adik kandungku. Aku bergumam ,sesuatu yang ganjil ku rasakan,karana dulu tak pernah berpikir tentang itu. Salimah bukan adik kandung ku , ia hanya seseorang tetangga yang aku anggap adik sendiri, kini pasti dia sudah dewasa. Aku harus bisa menjaga rasa ii. Bukan lagi anak kecil yang masih mungil seperti dulu. Salimah kini tumbuh menjadi gadis remaja. Yang bisa menata diri menjadi lebih baik lagi. Dan kini Salimah sudah bekerja sebagai pelayan restoran. Meskipun dia harus meninggalkan bangkus sekolah SMA. Karakter dia tak pernah berubah . Cengeng dan menggemeskan bagi setiap orang melihatnya. Tapi ada satu hal yang berubah. Kini dia berjilbab inilah yang membuatku semakin cinta. Tapi dia sudah ku anggap seperti adikku. Tak mungkin aku menaruh rasa padanya. Aku tak mau menodai persaudaraan ini . *** Lulus dari Madrasah aku melanjutkan study ke salah satu perguruan tinggi negeri agama islam yang ada di kota Surakarta. IAIN Surakarta sebuah kampus yang terletak di pertengahan kota Kartasura. Bisa dikatakan kampus itu belum banyak yang tahu. ya... letaknya yang berada di tengah-tengah desa bukan di pinggiran desa. Oleh karena itu begitu banyak orang yang belum tahu kampus hijau itu. Ketika aku mendaftar di IAIN aku mengambil Jurusan Tarbiyah Program Studi Pendidikan Agama Islam. Tahun angkatanku rata-rata banyak yang mengambil jurusan pendidikan. katanya menjadi guru saat ini sudah terjamin dari pada masa dulu. kehidupan sebagai seorang guru sudah mulai di perhatikan pemerintah. akan tetapi masih minimnya perhatian pemerintah terhadap sekolah yang berada di daerah terpencil. Dan guru yang mengajar disana pun juga kurang begitu mendapat perhatian dari pemerintah pusat. Sebut saja di daerah pedalaman misalnya di tanah kelahiranku, Sumatera. Jauh dari sarana prasarana yang memadai,sehingga rata-rata para muridnya jauh tertinggal dengan perkembangan Teknologi Informasi. Seharusnya hal ini menjadi PR pemerintah. Jangan yang hanya di kota saja yang di perhatikan , daerah yang berada di pelosokpun juga harus di sentuh. Harapannya setelah aku menuntut ilmu di tanah jawa ini suatu saat bisa ku bawa ke daerahku. Ku ingin mengabdi di daerahku sana. Membangun kembali pendidikan yang ada di daerah Sumatera. Aku tak akan sia-siakan kesempatan ini untuk belajar apapun di pulau Jawa ini. Selama menjadi mahasiswa aku tidak hanya saja belajar ilmu agama. Aku pun juga aktif di organisasi kemahasiswaan untuk mengasah skill dan kemampuanku dalam berkomunikasi dan melatih sosialku. Pertama kali aku masuk di IAIN Surakarta aku tertarik dengan salah satu UKM. Ketika aku daftar aku di sapa ramah oleh kakak-kakak mahasiswa bahkan aku di bantu. Mulai dari pengisian formulir pendaftaran bahkan sampai kos pun aku dibantu mencarikan. Ternyata kakak-kakak itu aktivis dari UKM Lembaga Dakwah Kampus ( LDK ). Kalau di Madrasah dulu namanya seperti kerohanian islam. Aku sempat bertanya kepada salah satu kakak yang aktif di LDK namanya Akhi. Kak inikan kampus islam kok ada LDKnya. Bukankah di kampus islam itu pemahaman tentang keislaman yang bagus. Suatu pertanyaan yang terbesit di dalam diriku. Iya ini kampus islam dik. Tapi rata-rata yang kuliah disini lulusan dari sekolah Umum. Dan kalau dari segi keilmuan keagaamaan islam pastinya mereka tidak sebaik lulusan dari Madrasah. Oleh karena itu kita hadir untuk membantu teman-teman yang dari sekolah umum. Mulai dari kegiatan BTA bahkan sampai wawasan tentang keislaman. Jelas kak Akhi padaku. Dari penjelasan itu aku mulai paham tentang keberadaan lembaga dakwah kampus. Belum ada rencana menikah ahk? Tanya syafi,i temenku,penuh selidik,,aku tak berkesempatan menjawab apapun, karena memang hanya satu jawaban yang pantas ‘’ segeralah menikah untuk membersihkan diri,.. Aku merenung dan tiba tiba aku di bentangkan keragu raguan tentang kesiapan yang belum tergambar di benakku,akhirnya ku tenggelamkan keraguanku dalam istikhoroh panjangku,mencari kepastian tentang perenunganku yang sekian.pin ya pin,.... dia tergambar remang remang dalam istikhorohku yang pertama namun aneh dalam istikhorohku yang ke dua dan selanjutnya aku bermimpi meminang seorang wanita sholehah indah cahyati ya indah panggilan akrabnya seseoarang yang suadah aku kenal lama di kapus... Dan akhirnya bahwa indahlah yang alloh kasih untukku ,maka tak sampek setahun aku pulang dan mengutarakan niat ku. Namun bapak dan ibuku membrondongiku dengan pertanyaan yang mengerubungi kepalaku ,;MENIKAH? Emang pin-pin sudah bersedia? Otakku seperti terhantam batu ‘’ kenapa pin pin? Dan barulah ayahku menjelaskan kesalah pandangan salama ini tentang aku dan pin... Dan begitulah yang ku rasa kemudian bahwa pin pin menaruh begitu bayak harap atas aku,padahal indah juga menunggu,tak bisa yang lain karna dialah yang di hadirkan alloh untuk ku,akau akan tetap menghitbahnya.. Tidak menunggu lama walimahpun berlangsung.pin pin dia datang di walimahan, dia bergaun hitam dengan mata bercucuran,aku tak kuasa menemuinya karana kecaman rasa bersalah yang begitu besar,sebuah kado ia berikan kepada istriku yang tak mengerti masalah sebenarnya. Malamnya baru aku buka kado itu dengan hati yang tak kuasa ku kendalikan .sebuah cermin berpigura khas sumatra dan sebuah tulisan yang di tulis pada kertas yang di letakkan di sudut cermin yang retak memanjang ‘’ cermin dalam hidupku hanya satu mas .dan dia telah retak,’’ tak ada cermin retak yang bisa di sambung lagi bukan? Maka biarkan dia luruh terbawa zaman atau terbuang di sudut yang jauh di laut enteh berantah. Aku menangis.... istriku memandangiku lekat sambil menimang cermin itu “MATSNA’’ mas... kata istriku pelan di telinganku, mas bisa membinanya , Deg.... aku terperengah apa?aku menikah lagi? Namun, matsna. mungkinkah? Mungkinkah aku beristri dua di usiaku yang sedinin ini.lagi pula aku tak punya kekayaan cukup yang menjaminku .alloh akan mencukupkan balas istriku cepat,meyakinkanku, Ya alloh begitu luas hati wanita ini meski sempat aku liha ada tetesan air mata yang segera ia hapus dengan jari telunjuknya... Namun bagimana denganmu dik? apakah adik rela cintaku denganmu aku bagi dengan yang lain? Aku ihklas mas,jawab istriku.. walaupun berat tapi sebagai seorang yang paham agama tak selayaknya aku menghalangi mas untuk mengamalkan syariat alloh,insya alloh aku akan bersabar mas,bahkan aku merasa bangga dan senang ketika banyak orang tidak bisa dan takut tapi aku sanggup melewatinya, mas adalah orang sholeh,cakep,pintar,penyabar. dan aku juga tidak boleh egois,menginginkan mas hanya untu diriku saja, aku ingin berbagi mas,memberi kesempatan orang lain memiliki seorang suami yang luar biasa,seperti mas, aku ihklas mas... Kata kata itu seolah menjadi mutiara penerang qolbuku,betapa luas dan luar biasanya istriku ini,mendengarkannya seolah keragu raguan dalam diriku hangus dan meleleh berubah menjadi sebuah keyakinan yang penuh kekutan iman,beginilah seharusnya seorang istri,selalu menguatkan dan memberi semangat di kala suaminya sedang menghadapi kebimbangan,dan meneguhkan keimanan di kala futur,.... Insya alloh dik,... Mas akan berusaha,.. Adik juga bantu mas ya, untuk membimbingnya kelak... Insya alloh mas,,... Ku peluk erat istriku,ku rasakan kenyamanan yang luar biasa besar,bangga dan takjup,dan inilah jawaban kenapa alloh memilihkan dia untukku,ternyata ini yang allo rencanakan untuk hidupku,,.. Akhirnya keesokan harinya aku dan istriku berangkat ke rumah pin pin untuk menawarkan niat kami berdua,dan ku lihat permata kecilku tersenyum setelah mendengar permintaan istriku,dan dia langsung memalingkan pandanganya ke arahku dan aaaaaaku bersedia mas jawan pin terbatab-bata,...... Alhamdulillah... Allohuakbar......

CERPEN


Ijinkan Aku Meminangnya
Oleh : Rinda
“Zahira... maukah kamu menikah denganku?”
Sosok laki-laki yang hanif diinnya, cakap wajahnya, mapan kehidupannya, easy  going dan sholeh perawainya. Berada di hadapanku mengatakan hal yang membuat detik seakan terhenti sebentar. Gerimis turun seketika membasahi pakaian kami di taman ini. Gerimis yang beraturan, silih berganti turun perlahan dari langit. Seketika itu pula mulut terasa kaku, terasa begitu sulit mengucapkan sepatah katapun. Raga seakan tak bisa beranjak untuk berteduh dari gerimis yang turun sebegitu romantisnya. Detak jantung seakan terpacu lebih cepat dari biasanya. Tak memperdulikan siapa yang menyaksikannya hingga gerimis terhenti dan spektrum warna yang berkoordinasi dengan cantik hadir menggantikan gerimis dan masih dalam suasana sama. Terdiam.
“Bagaimana?”
“A.......Ak.......Aku........”
Byurrrrrrrr........
“Zahira bangun sudah pukul 03.00, ayo tahajud dulu.”
Kebiasaan yang tidak baik. Cenna temanku selalu menggebyurkan air putih dalam gelas di samping kasur tempat tidurku. Selalu ia lakukan ketika bangunku tidak mendahuluinya, jadi hampir tiap pagi menjemur bantal untukku tidur. Dan ternyata hanya mimpi. Mimpi kesekian kalinya dan dengan laki-laki yang tidak pernah aku berkomunikasi dengannya sebelumnya.
“Cenna... masih ngantuk nih.. hoooaaammmm
“Atau segelas air mau aku tambahkan lagi”
“Tidakkkkkkkkk... Baiklah, aku segera bangun”
Kuambil air wudhu dan bermunajat kepada Sang Pencipta di keheningan malam. Seusai sholat tahajud biasanya kami jarang tidur kembali, kadang mengaji dan aktivitas religius lainnya. Terkadang kami juga suka curhat. Dan kali ini aku menceritakan kepada Cenna, berkaitan mimpi tadi.
Laki-laki misterius yang belum pernah aku berjumpa dengannya. Entahlah dia siapa, pertama ia hadir sebagai seseorang yang menyelamatkan hidupku, kemudian ia hadir sebagai orang yang mengagumiku dan kali ini ia hadir untuk melamarku. Apa yang terjadi?
“Zahira, mungkin kamu hanya sebatas mimpi, tidak usah kau pikirkan. Kamu tahu kan, kalau kita tidak memikirkan sesuatu secara berlebihan maka kita akan mudah melupakannya.”
“Iya sih Cenn, tapi orang ini aku belum pernah berkomunikasi dengannya. Masak iya, nongol hampir tiga kali di mimpiku. Apa yang terjadi dengan pikiranku?”
“Zahira, kamu jangan nge-les mulu.. tetep aja kamu pasti mikirin tentang dia, sedikit saja pasti ada. Hayo ngaku???”
“Cenn-Cenn-Cenn.... mungkin hanya sekali waktu itu, lihat dia dan aku berkomentar tentangnya sedikit aja. Udah itu aja.”
“Lha ini yang menyebabkan kamu memimpikan dia, coba deh.. mungkin pikiranmu tidak menyadari, tetapi hatimu gak bisa bohong, kalau kamu ada sedikit kekaguman tentangnya dan menimbulkan hadirnya mimpi itu.”
“Mungkin kamu benar Cenn, mungkin akan segera hilang ya setelah ku ungkap perasaan ini padamu. Makasih my best friend.”
“Sip deh.. dah subuh tuh.... Jama’ah dulu yuukkk”
“Yukk... Mari..”
Usai petang itu, paginya dengan secerah mentari kusambut pagi yang luar biasa. Dengan hati yang sedikit lega kulangkahkan kaki keluar dari kamar 4x3 menuju kampus hijau tempatku beraktivitas. Sebagai mahasiswa ya inilah kewajibanku, kuliah. Kusapa tetangga samping kost-kost-an terutama anak-anak kecil yang bersama-sama jalan denganku menuju sekolah. Setiap pagi ya inilah yang ku suka, melihat wajah polos anak-anak TK-SD . Senyum dan tawanya lugu.
“Daaa......da...... kalian belajar yang rajin ya?”
TK dan SD tempat mereka belajar cukup dekat dengan kampus tempatku kuliah, sehingga ibu-ibu kompleks tempat ku kost selalu mempercayai aku untuk mengantarkan anak-anak mereka sekolah dan sekalian aku jalan menuju kampus. Lumayan, makan pagi-siang-malam kadang di suplay mereka.. ahaihahai
Brakkkkkkkk
Aaaaaaaaaaaaaaaaa........”
Teriakku setelah ada sepeda yang menabrakku dari belakang ketika di persipangan jalan masuk kampus.
“Mbak... kenapa? Maaf ya mbak. Mbak baik-baik aja kan? Maaf mbak, tadi ada sedkit kerusakan di rem sepeda motor saya” Kata seseorang yang mengendarai motor itu.
            “Iy...iya gak papa.....” Sahutku sedikit kesal. Orang itu berkata di belakangku, kemudian aku tengok kebelakang. Ternyata dia adalah laki-laki dalam mimpi itu. Ketika melihatnya, sesaat terdiam hampir tidak percaya hingga ada suara klakson mobil yang memecah keheningan 5 detik itu. Lalu kami menepi di pinggir taman depan kampus.
“Maaf ya mbak, saya harus segera mengajar. Nanti kalau ada apa-apa hubungi saya saja [sambil menerahkan kartu nama]”
“Gak papa kok..”
“Baiklah kalau gitu, Assalamu’alaykum
Rasanya hatiku seperti gado-gado. Ada seneng, ada kesel, ada benci, dan ada banyak deh. Untung saja tidak terlalu parah lukanya. Hanya memar di bagian lutut dan butuh beberapa tetes obat merah saja.
“Butuh P3K...? ini mumpung saya dari kantor PMI. Kamu bersihin lukamu dulu.” Kata seorang perempuan yang berbaik hati membantuku.
“Makasih ya mbak.”
Setelah ku membersihkan luka kemudian segera ke lab untuk kuliah komputer pagi ini. Sudah telat sih, tapi ya kan kecelakaan. Mungkin ada tolerir. Segera kumasuki ruang lab dibantu Arsica yang tadi menolongku. Kami berpisah di depan pintu lab dan kuketuk pintu lab kamudian masuk.
Haaaaa.... ada dia lagi! Orang yang dimimpiku. Hari ini ketemu lagi. Shock seketika, jatuh pingsanlah diriku. Selain karena sakit, juga karena terlalu kaget bahwa bertemu dia lagi. Orang yang dimimpiku. Aqsho namanya. Ternyata dia juga seorang assisten dosen yang membantu praktikum di lab.
Sejenak kemudian aku terbangun, dan Aqsho meminta maaf ketiga kalinya hari ini. Karena keadaanku yang tidak mendukung. Yunna temanku, mengantarkan aku ke kost. Hari itu Cenna libur dan kembalilah bercerita tentang rasa ini dan Aqsho.
Selain bertemu dua kali dengan Aqsho, hari itu ternyata juga merupakan hari terakhirku melihat Aqsho. Entah mengapa rasa dalam hati ini begitu merindukan melihatnya, padahal merindukan sesuatu yang tidak halal itu begitu menyakitkan. Aqsho hadir dalam mimpiku, sehari bertemu dengannya dengan cepat berlalu saja. Dan sejak saat itu perlahan mulai rontok kerinduan itu, tetapi ada rasa kuat tertanam. Menancap. Bahkan mengakar kuat.
“Sudahlah Zahira, kamu fokus ke skripsi kamu dulu aja, dari dulu bab satu aja finishingnya lama bener. Ayo ayo Zahira semangat”
“Baiklah..... [sambil lemes]”
Hey sist, remember.... Sesuatu hal itu punya hak. Salah satu hak nya adalah kehadirannya. So.... Dont worry. Kalau dia memang untukmu lak yo balik
“Iya deh Cenna... aku nurut kamu aja.”
Waktu itu punya sesuatu. Sesuatu itu punya waktu. Jadi tenang saja. Akan tetapi rasa menunggu itu pasti menyebalkan. Wajarlah manusia ingin mendapatkan sesuatu secara segera. Padahal segera itu butuh proses. Jangan memaksa. Paksaan itu hanya menimbulkan trauma. Let’s enjoy your life.
Perlahan skripsi mulai ku kerjakan, dari bab satu hingga bab-bab berikutnya. Dan tibalah sidang skripsiku. Hari ini tepat pukul 08.00-10.00, penguji akan segera melemparkan bom-bom waktu yang jika tidak segera kulempar kembali maka akan meledak di tempat dudukku.
“Zahira, santai aja. Anggap aja ini seperti ngobrol saja. Oke” Kata Cenna yang tiga bulan lebih dulu dariku menjalani sidang seperti ini.
“Sip deh.”
Rasa-rasanya berlama-lama di ruangan ini dehidrasipun mudah mneghampiriku. Dua jam itu tidak sebentar. Apakah terlalu banyak paparanku  hingga penguji-penguji ini selalu saja menemukan celah pertanyaan. Waktu sudah menunjukkan pukul 10.05 masih saja penguji menguras keringatku.
Akhirnya, pukul 10.20 mereka membebaskan aku kemudian memberikan selamat atas smash-an semua pertanyaan mereka dan nilainya.... A- [3,85] Subhanalloh. Kutinggalkan ruangan itu, kujumpai Cenna.
“Cenna........ Alhamdulillah aku mendapat nilai A- [3,85], lebih diatas kamu kan? Hehehe”
Alhamdulillah..... selamat My lovely sister, Zahira. Jadi sekarang namanya Zahira  Zahra, S.E” Cenna memelukku sambil mengatakan hal itu.
“Ah Cenna, kamu malah duluan. Avicenna Syifa Avisa, S.E, hehehehhhe”
Satu bulan kemudian kami wisuda bersama di kampus hijau ini. Cenna sengaja menunda wisudanya, untuk menungguku. Meskipun dalam masa itu, ia sudah menikah dengan salah satu aktivis kampus.
***
“Zahira...maukah kamu menikah denganku?”
Detik terulang kembali, terhenti sesaat. Saling terdiam. Gerimis turun perlahan dan teratur membuat suasana seakan paling indah saja. Jantung yang masih berdetak dengan ritme yang lebih cepat. Darah mengalir keseluruh tubuh dengan aliran yang lebih cepat pula. Detik itu terasa berarti. Setelah empat bulan terakhir melupakannya. Tiba-tiba ia hadir kembali. Membuat detikku berhenti sesaat lagi. Mengatakan hal yang sama dengan saat itu. Ragaku menjadi kaku seketika. Gerimis belum mau berhenti dan raga kembali tak kuasa untuk melangkahkan kaki dari tempat itu. Gerimis juga tak segera mereda, malah semakin deras saja. Kapan pelangi akan muncul? Aku rindu spektrum warna itu. Kenapa Cenna tidak segera menumpahkan air di wajahku. Aku tidak mau mengungkap lara ini kembali. Aqsho hadir kembali setelah kepergiannya empat bulan lalu. Apa yang terjadi?
“Zahira... maukah kamu menikah denganku?” Ia mengulangi kalimatnya kembali.
“Zahira... Zahira... kamu melamun? That’s not dream!”
“Ehm.... ehm.....[mengangguk]”
***
“Umi tahu, kenapa dulu Abi pergi menghilang selama empat bulan?”
“Ehm... ehm... [menggeleng]”
“Sebenarnya Abi memiliki rasa merindukan perempuan. Rasa cinta kepada manusia yang mengkhawatirkan terkotorinya hati Abi. Abi mencintainya dan ingin meminangnya, tetapi Abi belum mampu untuk melakukannya. Sehingga Abi pergi dari sini dan menyiapkan jasmani dan rohani agar segera dapat meminangnya.”
Wajah iri, cemburu, kesal, dan teman-temannya mulai muncul di wajahku yang telah terlebih dahulu hinggap di hatiku. Kudiamkan Abi ketika ia  terus mendeskripsikan rasa suka kepada perempuan itu. Entahlah, rasa cemburu terus bergelayut seakan menutup hatiku. Ataukah karena kecintaanku pada suamiku? Segera kutinggalkan Abi sendiri di kursi taman rumah kami. Tiba-tiba Abi memberhentikan langkahku dengan memegang jari-jari tanganku.
“Umi mau kemana? Dengar dulu dong, Abi belum selesai bercerita.”
Tanpa sepatah katapun aku berusaha melepaskan jari-jariku dari genggaman tangan Abi. Seketika Abi ikut berdiri.
“Umi, Umi mau tau gak siapa perempuan itu?”
Tetap saja aku terdiam ketika Abi berkali-kali melempariku pertanyaan-pertanyaan.
“Umi... sakit gigi ya? Kenapa gak jawab pertanyaan Abi. Hem... Abi tahu, pasti Umi cemburu ya....?”
Kalimat-demi kalimat Abi yang suka becanda. Malah semakin membuat hati ini serasa memuncakkan rasa cemburu itu
“Umi.... sebenarnya dia adalah Za.... Zahira Az Zahra.”
Mendengar kalimat itu serasa cuaca di siang hari yang cukup terik lalu tiba-tiba hujan deras turun mengguyur dan tiba-tiba terang kemudian bermunculanlah spektrum warna yang mulai berpadu menghiasi ufuk timur langit sore.





SALAM PENA KAMPUS



Membaca dan menulismerupakan hal yang sangat fundamental dalam proses belajar dan pertumbuhan intelektual. Kualitas hidup seseorang dapat dilihat dari bagaimana seseorang dapat memaksimalkan potensinya. Salah satu upaya untuk dapat memaksimalkan potensi diri adalah dengan membaca dan menulis. Dengan membaca kita dapat menambah pengetahuan, menganalisa suatu permasalahan hingga mengambil keputusan dengan tepat. Sedangkan menulis dapat mengasah kemampuan cara berfikir kita untuk menganalisa suatu problematika.  Sehingga tidak diragukan lagi apabila melek huruf (literat) menjadi salah satu indikator dalam indeks pembangunan manusia yang akan mengukur kualitas suatu bangsa.
Dengan melihat kondisi budaya baca-tulis yang ada di Institut Agama Islam Negeri ( IAIN ) Surakarta begitu melemahnya. Dalam melihat fenomena tersebut kami dari beberapa mahasiswa mempunyai inisiatif untuk membentuk sebuah komunitas yang bergerak dalam dunia literasi ( baca-tulis ). Dimana dari komunitas ini diharapkan dapat terciptanya suatu budaya baca-tulis di kalangan mahasiswa sehingga terciptalah suatu budaya intelektual. Yang dapat menumbuhkan semangat membaca, menulis dan diskusi di kalangan mahasiswa.
Pada tanggal 14 september 2010 beberapa mahasiswa; Agus Yulianto 2009 Jurusan Tarbiyah, Luluk Nugroho 2009 Jurusan Bahasa dan Sastra, dan Sri Lestari 2007 Jurusan Tarbiyah ( sudah lulus ) yang peduli dalam dunia literasi ( baca-tulis ) mendirikan sebuah komunitas yang kami beri nama ISIS ( Ikatan Seribu Pena IAIN Surakarta ). Dengan adanya komunitas ini harapan kami bisa membantu IAIN Surakarta untuk menumbuhkan budaya baca-tulis di kalangan mahasiswa. Untuk mewujudkan budaya komunitas yang adaptip kami pun merancang sebuah visi dan misi untuk mencapai tujuan bersama.

 
VISI
Terciptanya Budaya Baca-Tulis yang adaptif
MISI
Menumbuhkan budaya baca-tulis di kalangan mahasiswa
Menciptakan budaya diskusi untuk mewujudkan mahasiswa yang melek informasi
Menciptakan lingkungan karya yang adaptif

Dalam mewujudkan Visi dan Misi kami merancang sebuah program kegiatan. Dalam menjalankan program ini kami pun mencoba untuk merangkul mahasiswa untuk menjadi anggota atau relawan dari komunitas ISIS. Jumlah seluruh dari anggota mulai angkatan pertama sampai angkatan ke tiga ( 2011 ) sekitar 70 relawan/anggota.
Dengan adanya komunitas ISIS kami berharap budaya baca-tulis di lingkungan akademika IAIN Surakarta dapat tercipta dengan baik. Dengan slogan Satu Buku, Sejuta Ilmu. IAIN Surakarta dapat menghasilkan lulusan yang melek informasi dan berwawasan.