Nek, Aku ingin Sekolah
Oleh Agus Yulianto
“
Nek…Ayuk mau sekolah seperti Santi dan Jojon ? “ dengan nada memelas Ayuk mencoba
menyakinkan Neneknya agar dia bisa disekolahkan. Ayuk memang selama ini hidup
hanya berdua dengan Neneknya. Semenjak kecil Ayuk sudah jauh dari kedua orang
tuanya. Ayah dan Ibunya meninggalkan ayuk begitu saja. Karna mereka selama ini
tidak mengingikan kehadiran Ayuk. Mereka hamil di luar nikah dan kehadiran Ayuk
merupakan kehadiran yang tidak membawa kebahagiaan. Di satu sisi ibunya ayuk
adalah anak seorang tukang becak sedangkan ayahnya Ayuk keturunan ningrat,
keratonan. Mereka bisa di pertemukan ketika masih sekolah di SMA Cokro Aminoto.
Bisa dikatan ibunya ayuk meskipun berasal dari keluarga yang tidak berada tapi,
kecantikannya melebihi putri keraton. Oleh karena itu , Melihat kecantikan
Ibunya Ayuk yang bernama Sartika , Ayahnya Ayuk yang bernama Raden Aji tertarik
dan ada keinginan untuk mempersuntingnya. Namun karna perbedaan kasta akhirnya
cinta mereka tak direstui. Akhirnya mereka melakukan sebuah perbuatan yang
dapat mencoreng nama baik keraton. Dari pihak keluarga Aji tidak dapat menerima
kehadiran Sartika. Akhirnya Aji pun di ungsikan keluarganya ke Amerika untuk di
kuliahkan disana. Sementara Sartika harus rela melepaskan Aji dari
kehidupannya. Sartika pun terpukul berat atas kepergian kekasihnya itu, siang
malam Sartika hanya ngalamun mengurung dirinya di kamar. Dan sampai suatu
ketika lahirlah si Ayuk. Karna tidak ingin membuat malu keluarganya Sartika pun
pergi entah kemana tanpa pesan sedikitpun kepada kedua Bapak dan Ibunya, hanya
bayi mungil, lucu di tinggalkan
sendirian di dalam kamarnya serta sepucuk surat yang berisikan “ Tolong Jaga
anakku Pak, Bu ? Maaf Sartika harus pergi..”. semenjak itulah kedua orang tua
Sartika tidak pernah mendapatkan kabar kemana anaknya satu-satunya itu pergi.
Hingga saat ini Sartika tidak dapat di ketahui keberadaannya.
Sementara itu Kakenya Ayuk sudah lama tiada
ketika Ayuk berusia lima tahun. Kini Ayuk sudah remaja seandainya kalau dia sekolah
sekarang dia duduk di bangku SMA. Namun apa dikata , Neneknya yang sudah
berusia 70 tahun sudah tidak mampu lagi menyekolahkan Ayuk. Rumah yang hanya
terbuat dari bambu , kadang kalau makan mereka harus mencari hutangan kalau
tidak dapat hutangan mereka pun harus puasa. Melihat kondisi yang seperti itu
Ayuk sempat bingung harus berbuat apa. Ketika melihat dirinya yang hanya
tamatan SD dia bingung mau kerja apa. Dia selalu berusaha keras untuk melamar
beberapa tempat tapi apa dikata “ Maaf mbak kami tidak membutuhkan tamatan SD
tapi yang kami butuhkan tamatan SMA ..” . Rasa asa pun sering kali menggelayuti
diri Ayuk. Ingin menangis …tapi tidak bisa. Ingin berteriak …namun apa daya.
Ketegaran hanya modal yang dia miliki. Sikap pantang menyerahnya untuk
mendapatkan sebuah pekerjaan . Serta keuletannya tidak ada yang bisa
menandingi. Doa selalu mengiringi dalam setiap langkahnya, Asma Allah pun tidak
pernah lepas dari setiap langkah kakinya. Gadis belia seusianya yang seharusnya bisa
menikmati masa-masa remajanya. Kini dia lalui dengan kerja sebagai tukang cuci
di rumah tetangganya. Upah yang di bilang tidak layak harus dia terima. Itulah
yang harus dia lakukan untuk bertahan hidup bersama Neneknya.
Di
keesokan harinya Ayuk melihat Neneknya terbaring sakit lemas , badannya panas.
Ayuk pun harus membawa Neneknya ke rumah sakit. Ketika sampai disana Dokter
mengatakan bahwa Neneknya terkena deman yang cukup tinggi . Neneknya harus di
opname . Ayuk pun sempat bingung harus berbuat apa. Uang hasil kerjanya yang
selama ini dia tabung agar kelak bisa melanjutkan sekolah . Dia harus ikhlaskan
untuk membiayai pengobatan Neneknya. Hanya seberapa uang yang dia miliki
ternyata tidak mencukupi untuk membiayai Neneknya. Ayuk pun sempat kebingungan
kemana dia harus mencari uang sebesar satu juta. Tabungannya hanya tiga ratus
lima puluh ribu. Masih banyak kekuranganya. Belum lagi biaya untuk beli obat. Ayuk pun tidak dapat tinggal diam. Dia tambah
jam kerjanya selain mencuci piring, dia juga menerima cucian pakaian. Dia setiap
pagi habis sholat shubuh, dia harus jalan kaki menuju rumah tetangganya untuk
bekerja bisa dikatakan jarak antara rumahnya dengan tetangganya sekitar tiga
kiloan. Apalagi rumah Ayuk berada jauh dari sebuah keramaian pedesaan. Dia
tinggal di sebuah hutan yang bisa dikatakan layak huni. Di hutan tersebut hanya
berpenghuni tiga kepala keluarga sebuta saja keluarganya Sinta dan Jojon.
Satu
bulan kemudian Ayuk pun bisa mendapatkan hasil dari kerja kerasnya. Uang satu
juta pun bisa terkumpul bahkan lebih . Rasa syukur kepada Allah SWT selalu
terniang di dalam hantainya. Ayuk pun bisa membayar biaya pengobatan Neneknya.
Ketika dalam perjalanan pulang mengantar Neneknya. Ayuk sempat membaca sebuah
pengumuman dari Dinas Pendidikan dan Kebudayaan yang di tempel di papan pengumuman di
Kelurahan. Di pengumuman tersebut memberikan info tentang sekolah gratis bagi
warga yang selama ini tidak tamat atau tidak dapat melanjutkan sekolah. Seketika itu Ayuk langsung tergerak hatinya
untuk mendaftarkan dirinya. Raut wajah bahagia menyelimuti hatinya. Impiannya
untuk dapat melanjutkan sekolah akhirnya tercapai juga. Meskipun sekolah itu
hanya sekolah setara. Tapi hal itu tidak menjadikan hatinya kecil. Ayuk paham
betul pentingya pendidikan. Walaupun hanya sampai SMA. Karna sekolah itu sangat
penting untuk menunjang dan mengantarkan masa depan kita .
Semenjak
Ayuk ikut sekolah setara, Ayuk begitu rajin belajar. Dan dia selalu menyisihkan
uang hasil kerjanya untuk membeli buku. Prestasi demi prestasipun dia dapatkan.
Ayuk sempat di kirim ikut lomba cerdas cermat dan beberapa kompetensi antar
sekolah setara. Gelar sang juara pun kini di sandangnya. Kehidupan Ayuk perlahan-lahan
mulai ada perubahan Meskipun begitu Ayuk
tetap bekerja di rumah tetangganya sebagi tukang cuci piring dan cuci pakaian.
Tak ada rasa lelah sedikitpun di raut wajah Ayuk. Hanya rasa kebahagiaan yang
menyelimuti dirinya. Kerja keras dan usaha yang dia lakukan akhirnya membuahkan
hasil. Semangatnya untuk menuntut ilmu tidak pernah berhenti sampai di SMA. Ayuk
pun mendapatkan kesempatan untuk melanjutkan pendidikanya ke Perguruan Tinggi
yang biayanya di tanggung seluruhnya oleh pemerintah.
Beberapa tahun kemudian, kondisi Ayuk jauh
berbeda. Neneknya sangat bahagia karna
cucunya kini bisa menjadi apa yang dia impi-impikan. Meskipun mereka masih
setia untuk tinggal di gubuk bambu yang menggoreskan sejarah kehidupannya. Guru
adalah predikat yang di sandang oleh Ayuk. Lulusan dari sebuah Perguruan Tinggi
ternama di Indonesia. Kini Ayuk menjadi salah seorang pengabdi untuk
mencerdaskan bangsa-bangsanya. Dia pun bersama rekan-rekan semasa kuliahnya
dulu mendirikan sebuah pendidikan gratis mulai dari SD sampai SMA di daerahnya.
Karna betapa pentingnya pendidikan itu. Dia tidak menginginkan warganya seperti
Ayuk dulu ketika mau sekolah tidak tercapai, ketika mau melamar kerja hanya
dengan ijasah SD tidak di terima. Pengalaman hidupnya tidak ingin terulang di
generasi ini. Harapannya untuk mencerdaskan warganya melalui pendidikan gratis.
akhirnya berhasil. Karna hasil dari kerja kerasnya Desanya yang dulu terkenal
sebagai desa yang banyak buta aksara akhirnya desanya kini menjadi salah satu
desa unggulan penerapan pendidikan gratis. Dan banyak ilmuwan dan para pejabat
yang datang kesana untuk mengadakan penelitian atau memberikan bantuan untuk
keberlangsungan pendidikan. Ayuk pun mendapatkan julukan guru sejati karna
kesetiaan serta pengabdiannya untuk
masyarakat. Pemerintah pun juga memberikan sebuah penghargaan kepada Ayuk
sebagai wanita ispirasi pendidikan gratis.