Selasa, 19 Maret 2013

CERPEN


Nek, Aku ingin Sekolah
Oleh  Agus Yulianto

“ Nek…Ayuk mau sekolah seperti Santi dan Jojon ? “ dengan nada memelas Ayuk mencoba menyakinkan Neneknya agar dia bisa disekolahkan. Ayuk memang selama ini hidup hanya berdua dengan Neneknya. Semenjak kecil Ayuk sudah jauh dari kedua orang tuanya. Ayah dan Ibunya meninggalkan ayuk begitu saja. Karna mereka selama ini tidak mengingikan kehadiran Ayuk. Mereka hamil di luar nikah dan kehadiran Ayuk merupakan kehadiran yang tidak membawa kebahagiaan. Di satu sisi ibunya ayuk adalah anak seorang tukang becak sedangkan ayahnya Ayuk keturunan ningrat, keratonan. Mereka bisa di pertemukan ketika masih sekolah di SMA Cokro Aminoto. Bisa dikatan ibunya ayuk meskipun berasal dari keluarga yang tidak berada tapi, kecantikannya melebihi putri keraton. Oleh karena itu , Melihat kecantikan Ibunya Ayuk yang bernama Sartika , Ayahnya Ayuk yang bernama Raden Aji tertarik dan ada keinginan untuk mempersuntingnya. Namun karna perbedaan kasta akhirnya cinta mereka tak direstui. Akhirnya mereka melakukan sebuah perbuatan yang dapat mencoreng nama baik keraton. Dari pihak keluarga Aji tidak dapat menerima kehadiran Sartika. Akhirnya Aji pun di ungsikan keluarganya ke Amerika untuk di kuliahkan disana. Sementara Sartika harus rela melepaskan Aji dari kehidupannya. Sartika pun terpukul berat atas kepergian kekasihnya itu, siang malam Sartika hanya ngalamun mengurung dirinya di kamar. Dan sampai suatu ketika lahirlah si Ayuk. Karna tidak ingin membuat malu keluarganya Sartika pun pergi entah kemana tanpa pesan sedikitpun kepada kedua Bapak dan Ibunya, hanya bayi mungil,  lucu di tinggalkan sendirian di dalam kamarnya serta sepucuk surat yang berisikan “ Tolong Jaga anakku Pak, Bu ? Maaf Sartika harus pergi..”. semenjak itulah kedua orang tua Sartika tidak pernah mendapatkan kabar kemana anaknya satu-satunya itu pergi. Hingga saat ini Sartika tidak dapat di ketahui keberadaannya.
  Sementara itu Kakenya Ayuk sudah lama tiada ketika Ayuk berusia lima tahun. Kini Ayuk sudah remaja seandainya kalau dia sekolah sekarang dia duduk di bangku SMA. Namun apa dikata , Neneknya yang sudah berusia 70 tahun sudah tidak mampu lagi menyekolahkan Ayuk. Rumah yang hanya terbuat dari bambu , kadang kalau makan mereka harus mencari hutangan kalau tidak dapat hutangan mereka pun harus puasa. Melihat kondisi yang seperti itu Ayuk sempat bingung harus berbuat apa. Ketika melihat dirinya yang hanya tamatan SD dia bingung mau kerja apa. Dia selalu berusaha keras untuk melamar beberapa tempat tapi apa dikata “ Maaf mbak kami tidak membutuhkan tamatan SD tapi yang kami butuhkan tamatan SMA ..” . Rasa asa pun sering kali menggelayuti diri Ayuk. Ingin menangis …tapi tidak bisa. Ingin berteriak …namun apa daya. Ketegaran hanya modal yang dia miliki. Sikap pantang menyerahnya untuk mendapatkan sebuah pekerjaan . Serta keuletannya tidak ada yang bisa menandingi. Doa selalu mengiringi dalam setiap langkahnya, Asma Allah pun tidak pernah lepas dari setiap langkah kakinya.  Gadis belia seusianya yang seharusnya bisa menikmati masa-masa remajanya. Kini dia lalui dengan kerja sebagai tukang cuci di rumah tetangganya. Upah yang di bilang tidak layak harus dia terima. Itulah yang harus dia lakukan untuk bertahan hidup bersama Neneknya.
Di keesokan harinya Ayuk melihat Neneknya terbaring sakit lemas , badannya panas. Ayuk pun harus membawa Neneknya ke rumah sakit. Ketika sampai disana Dokter mengatakan bahwa Neneknya terkena deman yang cukup tinggi . Neneknya harus di opname . Ayuk pun sempat bingung harus berbuat apa. Uang hasil kerjanya yang selama ini dia tabung agar kelak bisa melanjutkan sekolah . Dia harus ikhlaskan untuk membiayai pengobatan Neneknya. Hanya seberapa uang yang dia miliki ternyata tidak mencukupi untuk membiayai Neneknya. Ayuk pun sempat kebingungan kemana dia harus mencari uang sebesar satu juta. Tabungannya hanya tiga ratus lima puluh ribu. Masih banyak kekuranganya. Belum lagi biaya untuk beli obat.  Ayuk pun tidak dapat tinggal diam. Dia tambah jam kerjanya selain mencuci piring, dia juga menerima cucian pakaian. Dia setiap pagi habis sholat shubuh, dia harus jalan kaki menuju rumah tetangganya untuk bekerja bisa dikatakan jarak antara rumahnya dengan tetangganya sekitar tiga kiloan. Apalagi rumah Ayuk berada jauh dari sebuah keramaian pedesaan. Dia tinggal di sebuah hutan yang bisa dikatakan layak huni. Di hutan tersebut hanya berpenghuni tiga kepala keluarga sebuta saja keluarganya Sinta dan Jojon.
Satu bulan kemudian Ayuk pun bisa mendapatkan hasil dari kerja kerasnya. Uang satu juta pun bisa terkumpul bahkan lebih . Rasa syukur kepada Allah SWT selalu terniang di dalam hantainya. Ayuk pun bisa membayar biaya pengobatan Neneknya. Ketika dalam perjalanan pulang mengantar Neneknya. Ayuk sempat membaca sebuah pengumuman dari Dinas Pendidikan dan Kebudayaan  yang di tempel di papan pengumuman di Kelurahan. Di pengumuman tersebut memberikan info tentang sekolah gratis bagi warga yang selama ini tidak tamat atau tidak dapat melanjutkan sekolah.  Seketika itu Ayuk langsung tergerak hatinya untuk mendaftarkan dirinya. Raut wajah bahagia menyelimuti hatinya. Impiannya untuk dapat melanjutkan sekolah akhirnya tercapai juga. Meskipun sekolah itu hanya sekolah setara. Tapi hal itu tidak menjadikan hatinya kecil. Ayuk paham betul pentingya pendidikan. Walaupun hanya sampai SMA. Karna sekolah itu sangat penting untuk menunjang dan mengantarkan masa depan kita .
Semenjak Ayuk ikut sekolah setara, Ayuk begitu rajin belajar. Dan dia selalu menyisihkan uang hasil kerjanya untuk membeli buku. Prestasi demi prestasipun dia dapatkan. Ayuk sempat di kirim ikut lomba cerdas cermat dan beberapa kompetensi antar sekolah setara. Gelar sang juara pun kini di sandangnya. Kehidupan Ayuk perlahan-lahan mulai ada perubahan  Meskipun begitu Ayuk tetap bekerja di rumah tetangganya sebagi tukang cuci piring dan cuci pakaian. Tak ada rasa lelah sedikitpun di raut wajah Ayuk. Hanya rasa kebahagiaan yang menyelimuti dirinya. Kerja keras dan usaha yang dia lakukan akhirnya membuahkan hasil. Semangatnya untuk menuntut ilmu tidak pernah berhenti sampai di SMA. Ayuk pun mendapatkan kesempatan untuk melanjutkan pendidikanya ke Perguruan Tinggi yang biayanya di tanggung seluruhnya oleh pemerintah.
         Beberapa tahun kemudian, kondisi Ayuk jauh berbeda.  Neneknya sangat bahagia karna cucunya kini bisa menjadi apa yang dia impi-impikan. Meskipun mereka masih setia untuk tinggal di gubuk bambu yang menggoreskan sejarah kehidupannya. Guru adalah predikat yang di sandang oleh Ayuk. Lulusan dari sebuah Perguruan Tinggi ternama di Indonesia. Kini Ayuk menjadi salah seorang pengabdi untuk mencerdaskan bangsa-bangsanya. Dia pun bersama rekan-rekan semasa kuliahnya dulu mendirikan sebuah pendidikan gratis mulai dari SD sampai SMA di daerahnya. Karna betapa pentingnya pendidikan itu. Dia tidak menginginkan warganya seperti Ayuk dulu ketika mau sekolah tidak tercapai, ketika mau melamar kerja hanya dengan ijasah SD tidak di terima. Pengalaman hidupnya tidak ingin terulang di generasi ini. Harapannya untuk mencerdaskan warganya melalui pendidikan gratis. akhirnya berhasil. Karna hasil dari kerja kerasnya Desanya yang dulu terkenal sebagai desa yang banyak buta aksara akhirnya desanya kini menjadi salah satu desa unggulan penerapan pendidikan gratis. Dan banyak ilmuwan dan para pejabat yang datang kesana untuk mengadakan penelitian atau memberikan bantuan untuk keberlangsungan pendidikan. Ayuk pun mendapatkan julukan guru sejati karna kesetiaan serta  pengabdiannya untuk masyarakat. Pemerintah pun juga memberikan sebuah penghargaan kepada Ayuk sebagai wanita ispirasi pendidikan gratis.     

Catatan Hati



Satu Hari, Sepenggal kisah perjalanan hidupku

            Hidup itu suatu kenikmatan yang tiada tara ketika kita bisa memanfaatkan perjalanan kehidupan ini dengan sebaiknya. Dan yang terpenting kita tidak melupakan sang Pencipta. Setiap manusia pasti mempunyai kisah tersendiri dalam mengarungi perjalanan kehidupannya. Melalui goresan kata-kata ini aku akan berbagi cerita tentang hidupku, kisahku dan perjalananku dalam mengarungi samudra kehidupan. Kisahku ini akan aku mulai pada kegiatan sehari-hari. Tapi sebelumnya kita kenalan dulu. Namaku Agus Yulianto, anak Karanganyar kelahiran 27 Juli 1987. Usiaku sekarang bisa di kira-kira sendiri…pasti kalian sudah tahu kan. Memang aku bukan remaja lagi tapi aku tetap muda dan semangatku tak mau kalah dengan semangat anak remaja dalam menjalani kehidupan ini.
 Perjalanan hidupku aku mulai ketika pukul 04.30 wib pagi. Inilah waktu ku untuk mendekatkan diri kepada sang khalik. Ya..ibadah sholat shubuh. Itulah hal yang tidak aku lupakan.Setelah menjalankan ibadah sholat shubuh aku tidak lupa menyempatkan diri untuk tilawah meskipun walau hanya 3 lembar. Pukul 05.00 aku menjalani aktivitas pagi seperti biasanya ; olahraga lari-lari mengelilingi lapangan kampus IAIN Surakarta. Karna hidupku memang di kampus. Aku anak penjaga masjid kampus. Sudah 3 tahun ini aku menjadi takmir masjid. Lari pagi usai, aku melanjutkan aktivitasku bersih-bersih masjid. Seperti nyapu, bersihkan kamar mandi dan lain sebagainya. Itu semua aku lakukan sampai jam 06.30. Setelah semua selesai aku istirahat sejenak sambil membaca Koran biar tahu berita yang berkembang. Karna prinsipku sebagai mahasiswa aku jangan sampai ketinggalan informasi. Istirahat usai, aku  mulai persiapan untuk sarapan pagi dan berangkat kuliah. Di takmir Alhamdulillah kita makan masak sendiri sehingga pengeluaranku bisa di hemat. Dengan jatah dari orang tua perbulan hanya 100 ribu rupiah bisa dikatakan itu belum mencukupi kebutuhanku sebagai mahasiswa. Jam 07.00 pagi aku sudah berangkat kuliah menuju kampusku yang hijau. Akupun mengikuti perkuliahan dengan seksama. Setelah usai kuliah sekitar pukul 12.00 wib aku melanjutkan dengan ibadah sholat Dhuhur.
            Pukul 13.00 wib aku tidak hentinya untuk beraktivitas kembali.aku mengikuti sekolah tahsin yang di adakan lembaga pengembangan pendidikan al-qur’an yaitu LP2Q yang berada di IAIN Surakarta. Aku mengikuti kegiatan ini sudah sejak semester 4 kemarin dan sampai sekarang. Kegiatan tersebut merupakan sarana pembelajaran membaca al-qur’an bagi mahasiswa yang mau ingin mengembangkan kemampuannya dalam membaca al-qur’an. Kegiatan ini berlangsung sampai pukul 15.00 Wib dengan pengampu oleh Ustadz Rial Fu’adi. Seusai belajar Tahsin tidak lupa aku melaksanakan kewajibanku sebagai umat islam yaitu ibadah sholat Ashar. Dan aktivitasku masih berlanjut tidak sampai di sini saja.
Pukul 15.30 aku harus persiapan untuk siaran di Radio Dista FM sebuah Unit kegiatan Mahasiswa di bidang broadcasting. Aku di sana sebagai penyiar khusus untuk acara talk show. Dan kali ini aku akan memandu talk show dengan salah satu UKM di IAIN. Di radio Dista aku sudah tidak memakai nama asliku, tapi aku punya nama sendiri sebagai seorang penyiar, Dj Bagus. Itulah nama udaraku setiap kali mengudara aku selalu menggunakan nama itu. Nama itu aku pilih karna suaraku memang bagus dan keren kata sobat dista , sebutan bagi para pendengar radio Dista. Aku memandu jalannya acara tersebut sampai pukul 16.30 WIB. Sungguh sangat menyenangkan ketika aku bisa menghibur para pendengar meskipun sekarang dikatakan peminat radio begitu minim dibandingkan tahun lalu. Hal ini di karenakan karna berkembangnya teknologi audio-visual , televise.
            Usai siaran aku melanjutkan aktivitasku kembali; rapat. Aku selain bergabung dengan UKM Dista aku juga aktif di UKM LDK. Alhamdulillah di LDK aku di amanahi sebagai ketua bidang hubungan masyarakat ( HUMAS ). Pada pertemuan kali ini aku dan tim humasku merancang sebuah program kegiatan yaitu kegiatan kunjungan di sebuah lembaga yang bergerak di media. Pada kegiatan rapat kali ini kita menghasilkan satu agenda yaitu kita akan adakan kegiatan kunjungan di sebuah media massa yang ada di daerah Solo raya. Tentunya media yang akan kita tuju merupakan sebuah media yang tidak asing lagi. Media itu antara lain Media cetak Joglo Semar. Yang salah satu media surat kabar yang baru berdiri menyemarakkan media di solo raya. Rapat pun usai pukul 17.30 akupun kembali ke takmir untuk persiapan sholat magrib dan bersih-bersih badan.
            Suara adzan berkumandang pukul 17.56, setelah usai mandi aku menuju ke masjid untuk melaksanakan ibadah sholat magrib. Setelah selesai sholat aku melanjutkan dengan membaca al-qur’an sampai ibadah sholat isya’menjelang. Usai sholat isya’ aku dan teman-teman yang ada di takmir persiapan makan malam. Untuk merubah suasana di malam ini kita tidak masak akan tetapi, kita pergi jajan bareng ke luar. Kita mencoba untuk menikmati suasana malam di luar, biasa tempat makan yang paling kita suka di hek depan sekolah SMK Muhammadiyah Kartasura.
            Pukul 20.00 aku dan teman-teman takmir kembali menuju tempat berteduh kita, takmir bukhori. Aku pun melanjutkan aktivitas seperti biasanya membaca buku serta membuat tugas kuliah. Hal itu aku lakukan sampai pukul 24.00 Wib. Memang aku ini hobi sekali membaca buku dan menulis. Buku yang paling aku suka yaitu buku tentang cerita , kisah atau tentang pendidikan. Ada beberapa buku yang sudah aku baca seperti; kumpulan cerpen, novel asma nadia cacatatan hati seorang istri, negeri lima menara, serial petualangan mahasiswa UGM di samudar atlantik, serta buku buku yang memuat isu pendidikan., misal buku yang mengupas liberalisasi pendidikan dan yang paling ngtren saat ini buku yang memuat tentang pendidikan karakter.
Hidupku memang tidak pernah lepas dari aktivitas. Satu menit saja aku tidak beraktivitas serasa diri ini ada sebuah kebingungan ‘apa yang akan aku lakukan’.dan ketika aku tidak memberikan nutrisi otakku melalui membaca. Seakan diri ini kehausan akan sebuah ilmu. Alhamdulillah dari kegemaranku membaca aku bisa menuangkan sebuah gagasan, ide-ide dalam sebuah tulisan. Baik itu tulisan yang aku kirimkan di media cetak maupun yang aku aupload di blog ku sendiri. Bagi kalian yang mau melihat atau penasaran dengan tulisanku bisa kalian kunjungi di blog: yuliagusyulianto.blogspot.com. itulah kisahku tentang perjalanan keseharianku. Aku bukanlah manusia yang sempurna akan tetapi aku bersyukur atas apa yang telah diberikan Allah SWT kepadaku. Meskipun diri ini kadang merintih kelelahan bahkan rasa malas pun kadang menyelimuti namun aku tetap berusaha memotivasi diri ini agar terus produktif. Hidup itu sekali maka jangan sia-siakan kesempatan berharga ini. Salam semangat.( Agus Yulianto)

Catatan Hati


Kata itu berkata “ SAHABAT “

            Dunia begitu sempit untuk aku lalui. Tak ada yang abadi karna keabadian itu merupakan hal yang sangat tidak mungkin kecuali hanya karna kehendak Allah swt. Seperti halnya dengan apa itu Sahabat. Ketika kita bertemu dengan seseorang yang tak sedkitpun kita tahu siapa Dia....Darimana Dia...Dan untuk siapa Dia...namun karna ada sebuah naluri keingin tahuan yang lebih mendalam akhinya rasa keingin tahuan itu menghinggapi diri kita untuk mengenal lebih dekat. Aku pernah bertanya kepada temanku “ apakah di dalam hidupmu ada yang namanya kata ‘Sahabat’ ? “  pertanyaan yang bisa dikatakan biasa tapi itu mendalam. Ketika kita berbicara apa itu Sahabat pasti dalam pikir kita ‘ orang yang sangat berharga dalam kehidupan kita. Orang yang selalu setia dalam keadaan apapun diri kita. Iya itulah beragam makna apa itu kata Sahabat. Lalu sahabat seperti apa yang kita harapkan didunia ini.
            Tentunya semua orang pasti pernah memiliki sahabat. Apakah sahabat itu dimulainya sejak kanak-kanak, remaja, dewasa atau tua bahkan ketika bertemu langsung ada sebuah rasa keterikatan  apa itu sobat. Sebuah kata yang memiliki makna yang mendalam bagi semua orang. Lalu apa yang akan kita harapkan untuk orang yang menjadi sahabat kita. Apakah dia harus ada setiap saat. Apakah dia harus menemani kita setiap waktu untuk bercengkrama, belajar bahkan sampai makanpun apa harus ada disisi kita. Kalau menurut penulis tidak seperti itu. Sahabat seseorang yang seharusnya tidak pernah ada dalam kehidupan kita. Mengapa ? karena seharusnya sahabat itu orang yang selalu memotivasi setiap langkah kita ketika diri ini dalam keadaan future. Ketika diri ini dalam keadaan tak berdaya. Uluran tangan yang selalu menggenggam kepada diri ini ketika mau jatuh kedalam jurang. Sahabat itu sesuatu yang abstrak karna tak selalu ada dalam hidup ini. Kadang sosoknya hadir kadang sosoknya pergi begitu saja. Dan sahabat itu kesetiaan tak kenal pamrih. Apa yang kita lakukan itu ikhlas dari dalam diri ini bukan karna sesuatu hal. Ya itulah sahabat.

Aku tidak akan pernah mencari apa itu sahabat...
Karna aku sempat dikecewakan apa itu sahabat...
Aku hanya menunggu apa yang namanya sahabat....
Karna sahabat itu mau ada untuk diriku.

            Indah memang ketika didalam kehidupan kita memiliki apa yang namanya sahabat. Penulis yakin kalian semua memiliki apa itu ‘ sahabat ‘. Karena dengan sahabat hidup itu akan begitu lengkap sebuah ibarat ketika kita mau makan tak lengkap jika tidak ada lauknya dan juga air minumnya.  Makna dari ibarat itu peran seorang sahabat sangatlah penting ketika kita lagi tersedak dialah yang akan menghilangkan rasa sedak itu dengan mengaliri air sucinya sehingga kita pun lega dan bisa bernafas kembali.  Penulis disini tidak akan membahas lebih dalam mengenai apa itu sahabat. Karna tentunya kalian sudah tahu.  Mungkin yang perlu kalian ketahui  apakah kalian sudah siap. Ketika suatu saat kalian akan di tinggalkan oleh sahabat kalian. Seperti pengalaman penulis seorang sahabat yang pergi tanpa pesan karna kegalauan didalam dirinya ketika tidak dapat menghadapi sebuah benturan kehidupan. Bagaimanapun yang ada didunia ini hanya akan menjadi sebuah kenangan indah kalaupun kita mau mengukir itu semua. Kita gores kenangan yang membuahkan sebuah makna tentang kehidupan yang selalu memberi semangat dalam menjalani hidup ini. Dan ketika dirimu di tinggal oleh sahabatmu satu tips dari penulis jangan pernah kau memandang lukisan wajahnya bahkan kau pencet nomornya di tombol hpmu. Karna itu hanya akan membuat dirimu lelah dan lemas. Lelah karna kau terlalu sering memikirkannya. Lemas karna kau sudah tidak berdaya untuk melupakannya. Akan tetapi ingatlah pengorbanan yang telah dia berikan didalam kehidupanmu. Agar kelak kau tidak menjadi manusia yang paling cengeng sedunia karna hanya sahabat pergi meninggalkanmu.
            Itulah teman setia penikmat penaku. Hiasilah hidupmu ini yang tak tau kapan akan berakhir dengan sebuah prestasi yang membuat jiwamu tersenyum bukan prestasi yang membuat jiwamu menangis. Karna prestasi itulah yang akan menjadi kenangan terindah dalam kehidupanmu. Sebab dimana suatu masa kau akan di ingatkan betapa beratnya kau meraih apa itu prestasi. Pasti untuk menjadi sang juara tidak begitu mudah. Dan jadikanlah sahabat itu orang yang selalu memotivasi dirimu bukan orang yang membuat galau kehidupanmu. Satu hal sahabat terbaik dalam kehidupan ini yang selalu dapat memberi penawar dari segala rasa gundah didalam kehidupanmu “ Al-Qur’an “ . Ayo mengkaji segala apa yang ada didalam ayat-ayat Allah swt. Karna didalamnya menyimpan sejuta penawar hati yang lagi galau. Dan jangan lupa sahabat terdekat dalam setiap detak jantung hembusan nafas adalah Allah swt. Dialah tempat bersandar yang paling nyaman untuk mencurahkan segala gundah gulanamu.
( Agus Yulianto/Penulis Lepas Media Massa)

Minggu, 03 Maret 2013

CERPEN


Cintamu seluas samudera
Oleh :  Sholikhah

Mentari siang begitu menyengat, seperti membakar benda di muka bumi ini. Terlihat orang lalu lalang memakai tutup kepala, payung serta pakaian berlengan panjang. Tampak air kecut mengalir dari kening menetes ke badan. Alas kaki pun harus selalu terpakai karena jalanan yang panas.
            Namun di pinggir jalan terlihat seorang nenek tanpa alas kaki, menyampirkan selendang untuk menutup kepalanya dan mengelap keringatnya yang kian mengucur. Nenek itu berjalan dengan sedikit membungkuk karena menggendong barang dagangannya.
            “Becak Budhe? tawar pak becak.
            “Nggih Mas, seperti biasa nenek itu mengiyakan karena sudah langganan.
            “Budhe Panjenengan tidak capek apa, setiap hari bolak-balik ke pasar untuk menjual kantong gandum itu. Mending di rumah saja. Budhe sudah tua, biar anak Budhe saja yang bekerja.” Kata pak becak sambil mengayuh sekuat tenaga.
            “Oalah Mas, kalau saya disuruh berhenti bekerja itu rasanya tidak enak. Daripada di rumah juga tidak ada kerjaan, anak-anak saya juga sudah bekerja, tapi untuk menafkahi keluarganya saja masih tersendat-sendat.” Ucap nenek dengan hati risau memikirkan nasib anak-anaknya.
            “Ya Panjenengan terbiasa berjualan sih Budhe, jadi kalau di rumah juga tidak enak, ya to Budhe? Lha putra Budhe itu memangnya kerja apa? Kok menafkahi saja tersendat-sendat?” tanya Pak becak penasaran.
            “Mohan anak pertama saya, dia jadi penjahit di pinggir jalan situ. Anaknya sudah tiga. Lalu Sardi, dia jadi buruh pabrik. Sardi anaknya juga tiga. Terus Norman, dia dan istrinya juga buruh pabrik. Anaknya baru satu. Kenudian Purwanti, dia dan suaminya bakul nasi pecel di pasar. Sementara anaknya sudah empat, kasihan dia.” Jelas nenek itu dengan lirih.
            “Sudah sampai Budhe. Maaf saya turunkan di sini. Soalnya becak saya tidak muat lewat gang ini. Nyuwun pangapunten Budhe.”
             “Ya ndak apa-apa, saya bisa jalan. Sudah dekat kok. Maturnuwun Mas.” Ucap nenek sambil menyodorkan uang.
            Sampai di rumah seperti biasa, setelah istirahat sebentar nenek itu pun langsung menjahit. Beliau membuat celana dan baju dari kantong gandum itu sesuai pesanan pembeli. Nenek itu tak pernah berhenti bekerja. Meski suaminya selalu mengingatkan, nenek bersikeras menolak.
            Sore hari, si kakek pulang. Beliau bekerja menjadi buruh bangunan.Panas-panas seperti ini, beliau pun berusaha tidak menghiraukan. Tiba-tiba kakek kesakitan. “Aduh Bu, punggung bapak pegal sekali. Kaki Bapak juga sakit karena tadi tertancap Paku.” Kata kakek parau karena menahan sakit.
            “Sudah Pak, istirahat dulu. Biar ibu belikan obat pegal di warung Sri. Kalau kaki bapak gimana? Pakunya sudah bisa… “
            “Iya, iya Bu sudah bisa kuambil. Tolong Bu, ambilkan air hangat dituangkan di ember ya Bu. Biar kurendam kaki ini.” Sela kakek karena sakit di kakinya.
***
            Beberapa hari ini kakek tidak bekerja, karena kakek baru berobat ke dokter Deni. Nenek pun tetap bekerja, tapi kali ini barang dagangan yang dibawa nenek sedikit, karena kantong gandum sekarang ini agak langka, susah mencarinya.
            Sore ini Mohan datang menjenguk, sambil ingin membicarakan sesuatu kepada nenek. “Saya boleh meminjam uang Bu. Rohman dan Fery butuh biaya sekolah mereka,” pinta Mohan lirih karena malu dengan orang tuanya.
            Sebelum terjadi penurunan ekonomi keluarga nenek, memang dulu dagangan nenek laris terjual. Seperti biasa, malah anak-anaknya yang meminjam karena keadaan ekonomi mereka yang tidak mendukung.
            “Han bapakmu lagi sakit. Uang ibu untuk berobat bapakmu.”
            “Lalu Mohan pinjam uang siapa lagi Bu. Hutang Mohan dimana-mana.”
            “Coba kamu pinjam adikmu, Norman sana!” saran nenek.
            Ternyata benar setelah ngomong sama Norman, dipinjami uang. Nenek sedih memikirkan anaknya yang kesusahan. Akhir-akhir ini nenek juga sering pusing. Sementara itu, Norman tidak begitu perhatian sama nenek. Kadang malah memarahi. Dia dan istrinya sibuk bekerja, kadang lembur sampai malam baru pulang.
***
            Hari ini kakek sudah mulai bekerja, sementara nenek berangkat untuk membeli kantong-kantong gandum yang akan dijadikan pakaian atau yang lain sesuai pesanan.
            “Waduh Bu. Ibu terlambat, tadi baru saja diborong sama Pak Udin. Sekarang sudah habis Bu. Akhir-akhir ini saya juga jarang dikirimi Bu. Langka !” tegas penjual langganan nenek.
            “Lha gimana ini, kalau saya tidak kebagian berarti saya tidak bisa jualan.” Raut wajah nenek terlihat sedih dan bingung.
            “Coba panjenengan cari yang lain dulu Bu.” Saran penjual itu.
            Nenek itu mondar-mandir dari penjual-penjual kantong gandum di tempat itu. Mereka mengatakan hal yang sama kalau sekarang kantong gandum langka. Nenek pun pindah ke tempat lain, tetapi hasilnya sama. Setelah mencari kemana-mana tetapi tidak ada, nenek pun pulang dengan gelisah. Kepala nenek pusing.
            Siang ini Sani, anak dari Purwanti berkunjung ke rumah nenek dengan kakaknya naik sepeda.
            “Assalamu’alaikum Mbah putri,” teriak Sani karena seperti biasa pintu rumah itu selalu terkunci. Tak lama kemudian, nenek membuka pintu dan mereka lalu mencium tangan nenek.
            “Ini Siti dan Sani to?” tebak nenek yang biasanya lupa.
            “Iya Mbah..” mereka pun bermain di rumah nenek sebentar, kemudian Sani bicara rada sungkan dengan nenek.
            “Mbah besok Rabu, sekolah Sani mengadakan piknik ke Bandung. Kalau Mbah putri punya uang, Sani boleh minta tidak, Mbah,? Buat tambahan uang saku kesana nanti.”
            Nenek tambah pusing, “Nduk, simbah ini baru ndak bekerja karena nggak ada barang dagangan yang dijual. Kalau simbah bekerja, pasti simbah kasih. Nggak apa-apa to nduk. Simbah nggak bisa beri uang.”
            “ Tidak apa-apa kok Mbah. Maaf Mbah, Sani sudah ngrepotin Simbah. Kalau begitu Sani dan Kak Siti pulang dulu,” pamit mereka.
            Nenek pun sedih lagi karena tidak bisa memberi cucunya uang. “ Pasti jualan Purwanti sepi di pasar.” Pikir nenek.
            Norman pulang dengan wajah kusut. Nenek pun bertanya, “Nor, ada apa? Kok kamu kelihatan gelisah?”
            “Tadi Saya ketemu Mas Sardi, Bu. Dia kena PHK, dan saya juga was-was Bu. Karena teman-teman saya juga kena PHK. Kalau saya…”
            “Sudah Nor. Kamu berdoa saja semoga tidak di PHK. Kasihan Sardi sekarang cari kerja itu benar-benar susah.” Nenek pun menuju kamar untuk mengistirahatkan tubuhnya, lelah memikirkan semua ini.
***
            Nenek bosan di rumah terus, jadi setiap  siang hari nenek pergi ke pasar untuk menagih hutang-hutang yang belum terbayar oleh pembeli yang juga jualan di pasar. Sebenarnya kakek sudah mengingatkan untuk di rumah saja, tetapi nenek menolak. Mungkin nenek stress di rumah terus karena beliau juga sudah terbiasa berjualan mondar-mandir di pasar.
            Nenek sedih mau minta uang pada anak-anaknya yang juga butuh uang. Sementara hasil kerja dari kakek cukup untuk makan. Jadi nenek selalu pergi menagih hutang-hutang supaya ada tambahan.
            Hari ini Sani pulang dari piknik. Karena sekolahnya dekat pasar, jadi dia menuju warung ayahnya untuk diantarkan pulang. Sani mengajak temannya untuk mampir dulu ke warung ayahnya. Jalan raya ramai, mereka berdua lewat jembatan penyeberangan saja.
“San, kamu punya receh nggak? Pasti kita lewat di sini banyak pengemis.” Terang Tanti.
            “O… iya bener Tan. Ku ambil dulu deh recehan di dompetku.” Biasanya mereka tidak memberi kepada semua pengemis, hanya tertentu saja. Mungkin, pengemis yang paling dikasihani.          “Tan, lihat nenek itu kasihan sekali.” Kata sani.
            “Mana? Tanti tampak bingung yang dimaksud Sani, tiba-tiba “ O… iya itu kan yang berkerudung selendang, memakai baju hitam kumal, tanpa alas kaki… yuk!”
            “Iya bener… kasihan nenek itu.”
            Nenek itu pun menengadahkan kedua tangannnya. Tetapi kepalanya menunduk tidak berani menatap orang-orang yang memberinya. Mulutnya pun berucap doa bagi yang memberinya.
            Tanti pun menyodorkan uangnya, Sani di belakangnya “ Ini Nek, semoga berguna untuk nenek.” Nenek pun membalas dengan doa.
            “Sani terhenti, dia seperti kenal suara itu. “ Seperti suara mbah putri.” Ucapnya dalam hati.
            Tanti pun menghampirinya, “Ada apa San?”
            “Itu, itu nenekku. Nenek pengemis itu nenekku.” Dalam hatinya berbicara seperti itu. Tapi mulutnya tidak mau mengatakan. Temannya tidak boleh tahu.
            Sani sempat menitikkan air mata.“ San, kenapa kamu menangis? Kamu kasihan ya? Ya sudah kamu berdoa saja supaya nenek itu diberi perlindungan oleh Allah.”
Tanti mengira Sani hanya sebatas kasihan, dia tidak tahu kalau nenek itu adalah nenek Sani.
Tiba-tiba “ Aduh!” Sani kesakitan ada yang menginjak kakinya.
             “Makanya dek. Jangan di tengah jalan.” Kata orang itu.
            “Uh dasar! Udah nginjak malah ngomel. Ayo San, kita ke warung ayahmu saja,” ajak Tanti.
            Sani Masih sedih, kenapa neneknya melakukan semua ini. Sani yakin bahwa nenek itu adalah Mbah Putri. Di rumah ia menceritakan kepada orang tuanya. Ayah dan ibunya sebelumnya tidak percaya.
            “Mungkin kamu salah lihat San. Nenek itu mungkin mirip dengan mbah putrimu,” hibur ibu yang sebenarnya was-was juga.
            Sani pun tetap meyakinkan bahwa yang ia lihat adalah mbah putrinya.
            “Ya sudah, biar Ibu dan Bapak besok setelah pulang dari pasar ke tempat mbah putrimu.”
            Sani mengangguk dengan lemas. Dalam hatinya mengatakan bahwa nenek itu adalah mbah putrinya. Ia sangat sedih, “ Apa mbah putri stress memikirkan semua ini,” pikirnya.
            “Tidak. Ya Allah hilangkanlah pikiran-pikiran negatif dalam diri hamba. Semoga Engkau memberikan kesehatan dan perlindungan pada mbah putri ya Allah….Amiin,”  doa  Sani dalam hati.


CERPEN ISLAMI


Denting Cinta di Sujudku
Oleh : Verra Nur Hidayati

            Langit terlihat cerah pagi ini, mentari tersenyum pada setiap insan yang menatapnya, semilir angin menari indah pada pusarannya. Burung bernyanyi merdu. Menjadikan indah alam semeta yang selalu bertasbih, dengan penuh cinta. Dan mengisyaratkan kesejukan pagi ini. 
            Pukul delapan lebih lima menit, Assaf tiba di kampus. Terhitung paling awal dari pada teman-teman yang lainnya. Kuliah pertama Ushul Fiqih masih akan dimulai dua puluh lima menit lagi. Tak segera Assaf menuju gedung tempat ia belajar. Namun, Assaf menyempatkan diri untuk beribadah terlebih dahulu di masjid yang terletak tak jauh dari gedung.   Khusyuk...sampai pada akhirnya sedikit terganggu oleh suara teman-teman nya, Fathur, Rosyid, Mahmud dan Latif.
Assalammu’alaikum Assaf”. Sapa Fathur
Wa’alaikumsalam, mau salat juga?”.tanya Assaf
”Iya” jawab mereka serentak.
”Silakan, sepuluh menit lagi kita masuk kuliah, saya tunggu di sini.”
            Tiada jawaban lagi dari teman-tamannya, karena masing-masing sudah bersiap untuk menunaikan salat dhuha.
            Assaf menunggu ke-empat temannya sambil berbenah diri, mulai dari merapikan baju, rambut, dan memakai sepatu hitamnya. Tak lama kemudian Handphonenya berdering, Assaf segera membuka, 1 massage received, muncul nama Akh.Faliq.

Assalammu’alaikum,
Diberitahukan kepada kelompok Abu Bakar, Assistensi keagamaan, diajukan hari ini 24 Des 09, 11.30 WIB. T4 menyusul. Sebarkan ke yang lain de’.. JzkmllhKK.


            Assaf membaca sms, dan langsung mengirimkan pada teman satu kelompoknya
Lalu terdengar Naufal memanggilnya,
”Assaf ayo kita ke kelas, dosen sudah datang. Baru saja Ridwan sms.”
”Iya, saya juga sudah siap”. Jawab Assaf
            Mereka keluar dari masjid bersama-sama, dan tiba di gedung tepat saat dosen mulai menerangkan, setelah beberapa saat mengotak-atik layar LCD untuk menampilkan slide bahan mata kuliah pagi itu.Suasana kelas begitu tenang, tiada satupun celotehan yang muncul.
            Dua jam telah berlalu, mata kuliah pertama telah berakhir. Satu per satu keluar meninggalkan ruang kelas.Tampak Zahra jalan bersama Alya sahabat dekatnya. Mereka duduk di bangku depan kelas, seperti yang dilakukan teman-temannya yang lain.
”Alya daripada kita duduk disini dan g’ ada kegiatan mendingan kita cari bahan untuk presentasi minggu depan ke perpustakaan saja, gimana? Setuju?” ajak Zahra.
Hadzihi fikratun thoyyib (ini ide bagus)” jawab Alya.
”Ayo...lah, kalau begitu”.
            Zahra dan Alya berjalan menuju perpustakaan, yang jaraknya hanya beberapa meter dari ruang kelas. Keduanya masuk, lalu meletakkan tas di tempat yang sudah disediakan. Dan ternyata Assaf sahabat dekat Zahra juga berada disitu bersama Naufal.
”Hai...Zahra cari buku apa?” tanya Assaf.
”Assaf, mau cari buku Akuntansi syari’ah, untuk referensi makalah”.jawab Zahra
”Untuk presentasi minggu depan?”
”Iya Saf.” jawab Zahra dengan kening yang mengerut karena sibuk membaca judul – judul buku di rak.
”Perlu bantuan?”
”Terima kasih atas tawarannya Saf, silakan lanjutkan baca korannya saja, biar Alya yang membatu mencari bukunya.”
”Oke...” jawab Assaf sambil tersenyum.
            Assaf dan Zahra bersahabat sejak awal semester, mereka selalu bisa kompak dalam segala hal. Canda dan tawa ia lalui bersama kurang lebih sudah satu tahun.Waktu yang masih cukup muda untuk persahabatan mereka namun sudah memberi arti pada keduanya.
 “Alhamdulillah, ini dia buku yang Zahra cari, sudah ketemu Al, sekarang coba kita baca.” Ajak Zahra kepada Alya.
“Iya.. Ra’ ini juga ada referensi lain yang sempat Alya ambil dari rak buku.”
            Mereka lalu duduk berdampingan di meja yang juga dipakai Assaf.
”Sudah ketemu Ra’?” tanya Assaf.
’Sudah Saf.” jawab Zahra dengan suara dan senyum lembutnya.
            Suasana begitu tenang, Zahra dan Alya membaca buku dengan seksama, sesekali mereka berunding materi mana yang akan diambil untuk bahan makalah. Setelah selesai mereka sempatkan untuk bersantai di ruang full-AC itu.
”Beres.” ucap Alya yang tak sengaja terdengar oleh Assaf.
”Udah selesai Al’, em... gitu deh, tinggal ketik.”jawab Alya sedikit genit.
”O..iya dua minggu lagi kita ujian akhir semester ya Al’? benarkah?” tanya Assaf
”Iya... betul kenapa?”
”Wah... g’ kerasa udah satu tahun kita menempuh kuliah.”
Tak ada jawaban dari Alya, hanya pandangan mata yang sedikit heran, begitu juga Zahra.
”Iya...Saf, sudah setahun juga kita bersama dalam suka maupun duka bersama teman-teman sekelas.” sahut Zahra.
”Udah...ah.. kalian itu, kayak mau berpisah aja, memang kita udah bersama selama satu tahun, dan waktu yang kita butuhkan bukan cuma satu tahun kan Ra’, tapi empat tahun, jadi kita musti semangat buat kedepannya.”
”Iya...bener juga Al’, semoga kita juga bisa lulus bareng.”
”Amin...” ucap Alya sambil melihat Assaf  heran. Kemudian bertanya ”Koq...Assaf g’ ikut menga-amin-i doa kita, g’ mau lulus cepat seperti harapan kita? Betah kuliah di kampus hijau ini? He..he..he..”ledek Alya.
Zahra tertawa kecil mendengar ledekan itu, berbeda dengan Assaf yang hanya terdiam. Seakan ingin mengucapkan hal yang begitu serius. Memandang kedua temannya dengan sedikit rasa gelisah yang berkecambuk. Dan kemudian ia berkata,
”Bukan begitu Al’.”
”Terus kenapa Saf?”
”Apa aku harus cerita?” tanya Assaf.
”Assaf, kamu buat kita penasaran saja, kalau ingin cerita, cerita saja tidak apa-apa, tapi kalau tidak ingin cerita, ya sudah kita bahas yang lain aja.”
”Iya...Saf, tidak baik juga, kalau kita membuat orang lain menjadi penasaran.” kata Zahra lembut, tidak dipungkiri rasa penasaran itu mulai menggelayut juga di benak Zahra.
            Assaf pun menyetujui saran kedua temannya, segera ia memposisikan diri duduk berhadapan dengan Alya dan Zahra dalam satu meja. Dan Assaf mulai bercerita.
Begini Al’...Ra’...Ya...mungkin benar kata Alya, kalau kita masih punya waktu untuk bersama menyelesaikan kuliah di kampus tercinta kita ini. Kurang lebih tiga tahun lagi, dan kita berharap agar bisa lulus bareng. Tapi mungkin itu hanya berlaku buat kalian dan teman-teman saja, bukan diriku ini.”
”Maksud kamu Saf’? ucap Zahra yang cemas dan  penasaran.
”Masih ingat keinginan yang aku ceritakan Ra’? tanya Assaf.
”Tentang apa?” jawab Zahra sambil mengingat apa yang nenjadi keinginan Assaf, tapi tetap saja dia tidak ingat.
Suasana sedikit mencekam, tiba-tiba ponsel salah satu dari mereka berdering. Segera ia keluarkan dari dalam saku, satu pesan diterima dan segera dibaca oleh Assaf.
Assalammu’alaikum
De’ sudah ditunggu teman2,
Di masjid Al-Iman depan kampus, Sekalian salat Dhuhur nanti, antum dmn?
Jzkmllhkk. Faliq ”Abu Bakar”

”Astaughfirullah akhi Faliq,”
”Kenapa Saf? Tanya Zahra.
”Aku lupa kalau jadwal asistensi keagaman diajukan hari ini”
”Jam berapa?”
”Setengah dua belas.”
”Ini sudah jam dua belas kurang lima menit, dan sebentar lagi adzan.”
”Iya Ra’ nanti kita sekalian salat berjamaah di masjid Al-Iman, maaf aku harus segara kesana, Assalammu’alaikum Ra’...Al’...” ucap Assaf begitu tergesa-gesa.
Wa’alaikumsalam” jawab mereka bersamaan.
”Kita ditinggal gitu aja, hem...Assaf.” ucap Zahra kepada Alya.
”By the way, pulang yuk Ra’ udah g’ ada kuliah lagi kan?” ajak Alya.
“Iya Al’, Ayo kita pulang sekarang.”   
            Rasa penasaran itu belum juga pergi dari hati Zahra, terus saja ia memikirkan apa yang telah di ceritakan Assaf kepadanya. Dibawanya rasa itu kemanapun ia berjalan dan berkata ia dalam hati.
            Ya...Rabb...kenapa hati ini menjadi resah, hanya karena cerita dari sahabat ku yang belum sempat ku ingat, kenapa hati ini lebih merasa takut kehilangan dia. Apa yang sebenarnya terjadi padanya. Astaughfirullah, lindungi hamba dari rasa ini Ya Rabb hilangkan jika tak pantas untuk hamba dan jauhkan jika rasa ini membuat hamba lupa tentang-Mu.
            Zahra segera menepis rasa itu, Jarum jam menunjuk pukul delapan malam, Zahra mempersiapkan diri untuk belajar. Memulai untuk mengetik materi untuk makalahnya. Tak lama kemudian ponselnya berdering. ‘1 massage received’ muncul satu nama “Assaf”dan segera ia buka.

Assalammu’alaikum...Zahra.
Gi ngerjain tugas ya?
Afwan td siang sempat terputus ngobrolny^^

Wa’alaikumsalam wr.wb…Saf,
Iya g’ pa pa, sekarang silakan bercerita.

Gini msh ingat keinginan yang pnh
Assaf ceritakan dulu?

Afwan, Zahra benar benar lupa.
Kalau boleh tahu, Tentang apa Saf?

Keinginanku untuk pindah kuliah,

Maksudnya Saf?

Keinginan ku pindah ke universitas ternama di kota ini.

Ow... iya, Zahra ingat.
Gmn? Jadi Saf?

InsyaAllah jadi, mau ambil D3 Hiperkes.
Doakan ya Ra’, Smga ditrima,
Cz ingin seperti Om.Dzulfi,
Yang lulus lagsg dapt kerja,

Iya Zahra do’akan, Assaf  diterima,
N bisa mdpatkan yang terbaik,
pastinya sesuai yang Assaf inginkan, Amin.Smgt!^

Amin, Ya robbal’alamin
Oce…keep spirit and istiqomah.
Zahra, engkau memang sahabat terbaikku.

Sudah malam, silahkan istirahat Saf.
Lanjut bsk InsyaAllah ya,,

            Zahra segera menutup line sms, Jarum jam menunjuk pukul sepuluh malam. Sejenak ia berfikir tentang apa yang telah diceritakan oleh Assaf. Kegundahan mulai menapaki tanah hatinya, resah hingga menjadi dilema.
            Mungkin dalam hitungan hari, ia akan ditinggalkan oleh sahabat dekatnya.Tiada lagi canda tawa, nasehat, dan kebersamaan seperti biasanya berkata ia dalam hati.

            Ya Rabb, rasa apa yang kurasa saat ini...Menggelayut sendu, Ingin diri ini ingkar, tapi bagaimana..Hadir begitu saja,Tertawa dan menanggis karenannya...Lindungi hamba ya Rabb, padaMu hamba berserah diri...
            Disebrang rasa gundah itu juga dialami Assaf, demi cita-citanya yang di impikan, ia harus rela meninggalkan teman-teman di kampus termasuk Zahra, hatinya sedih jika harus berpisah dengan mereka, tapi keinginan nya lebih kuat dan mampu mengalahkan semuanya. Dia selalu yakin bahwa inilah jalan yang terbaik. Apalagi kedua orangtuanya juga sangat mendukung kalau Assaf berpindah ke kampus yang lebih ternama di kotanya.
            Sebenarnya Assaf  begitu menyayangi Zahra, dia merasa Zahra adalah teman sekaligus sahabat terbaik yang pernah ia temukan. Semakin hari rasa itu akhirnya berubah menjadi rasa cinta dan belum mampu ia ungkapkan kepada Zahra, karena takut perasaan cintanya tidak sama seperti apa yang dirasakan Zahra. Karena saat ini mereka ada hanya untuk sebuah persahabatan. Assaf selalu beranggapan, Jika Zahra adalah jodoj untuknya, kemanapun akan pergi, ia yakin pasti akan dipertemukan kembali.

Aku tak akan pernah bisa mengungkap
apa yang akan aku ungkap...
menyimpan...
dan terus ku simpan... lama...
seakan waktu terus menghimpit
helaan nafasku...
di raga yang kian terasa sempit
kusebut asma-Mu sebagai penawar hati
yang terluka karena cinta
ikhlas... satu kata yang terus
aku perjungkan
agar hidup tak jauh dari cinta-Mu

                                                                                                            Assaf

            Waktu terus berlari, mengganti masa. Tiba saatnya liburan akhir semester, setelah Zahra, Assaf, Sifa, begitu juga teman-temannya usai menempuh ujian akhir. Ada waktu panjang untuk refreshing melepas penat selama satu semester bercengkrama dengan tugas-tugas dari dosen.
            Assaf disibukkan dengan pendaftaran mahasiswa  baru. Melengkapi persyaratan – persyaratan yang di berikan. Namun tengah kesibukannya, ia masih menyempatkan diri untuk bersilaturahmi dengan teman-taman di kampus lamanya tak terkecuali sahabatnya Zahra. Meski hanya sekedar line sms.

Assalammu’alaikum Zahra?
Gimana kabrnya?
Baik kan?

Wa’alaikumsalam Assaf,
Alhamdulillah baik,
Assaf jg kan,
Gmn sudah pengumuman?

Iya Ra’ ku juga baik2 j,
Alhamdulillah Ra’ berkat do’a kalian,
Aku diterima. Terimaksh ats dukungannya^

Iya, sama2 Saf,
Zahra ikut senang mendengar berita ini.

            Sesegera mungkin Assaf ingin membalas sms dari Zahra, namun ternyata.
”Uhh... sial pulsa habisssss. Tinggal 15 perak” kata Assaf kecewa.

            Line sms terputus tetapi Zahra masih menuggu, berharap Assaf akan membalas pesan darinya, setelah lama kemudian tidak muncul juga. Akhirnya Zahra kembali meletakkan handphone-nya. Rasa gelisah bercampur rindu terus menggelayut. Segera ia tepis, dengan seuntai do’a untuk Assaf.  Agar Allah selalu memberikan yang terbaik untuknya.


            Pukul dua belas malam, ingin Zahra memejamkan mata. Terasa ada cinta yang berdenting di setiap sudut hatinya, semakin hari semakin keras dentingan itu. Membuat hatinya resah, sebisa mungkin ia tepis rasa itu.
            Zahra memutuskan untuk salat malam, bersujud di hadapan Sang Maha Pencipta Cinta. Sayup terdengar alunan do’a itu.
            Ya Allah,, sentuhlah hamba dengan cinta suci-Mu, tentramkan hamba dengan cinta yang engkau ridhoi bukan cinta yang mengajakku pada kelalaian untuk mengingat-Mu, bimbinglah hamba, dan tunjukilah hamba pada jalan lurus-Mu, agar hamba tak jauh dari cinta-Mu, Subhanalloohi wal hamdulillah wa laa ilaaha  illalloohu walloohu akbar wa laa haula wa laa Quwwata illaa billahi (Maha suci Allah, segala puji hanya bagi Allah, tiada Ilah yang berhak disembah kecuali Allah, dan Allah Maha Besar dan tiada daya dan upaya melainkan dengan pertolongan Allah). Amin Ya Robbal’alamin.
            Tetes airmata cinta berlinang menghiasi hamparan sajadah, membersihkan luka, menjernihkan pikiran, meluruskan niat, menuju cinta hanya pada Illahi.
            Zahra memutuskan untuk melupakan cinta itu, dia sadar bahwa dia ada hanya untuk persahabatan. Tak ingin ia berlarut-larut dalam kasedihan karena berpisah dengan sahabatnya Assaf. Zahra berusaha meyakinkan dirinya, bahwa perpisahan ini sudah menjadi rencana Allah yang terbaik untuknya. Dia berharap jika jodoh pasti akan bertemu. Karena segala sesuatu akan jadi indah jika sudah tiba pada waktunya.

Engkau terlalu indah untuk ku miliki,
bias kenangan darimu cukup untuk kurasa
dan kuingat dalam kekosongan hati
di waktu waktu ku
memilikimu adalah harapanku
harapan yang menjadi semu
ketika ku tahu siapa diriku ini
dan harapan yang menjadi terhempas
ketika cinta-Nya datang menyapaku


Subhanallah, sungguh indah jalan cintaku,
tak hanya tawa yang hadir,
air matakupun ikut mengiringi,
tak ada yang indah saat ini
kecuali cinta suci yang
dilimpahkan sang pencipta cinta
untuk diriku yang berdenting di setiap sujudku....

                                                                                                Zahra

            *. Karya ini saya persembahkan untuk  ibuku, yang cintanya tak akan pernah sirna dari hati dan pandanganku, serta saudara-saudaraku yang telah melambangkan cinta dengan persahabatan.